PEMANFAATAN LITERASI MELALUI PERPUSTAKAAN mengenai literasi menjadi sorotan ketika Indonesia menempati posisi ke 62 dari 70 negara pada survei tingkat literasi oleh Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2019 (KEMENDAGRI, 2021). Menempati posisi 10 terbawah di dunia menjadi pukulan telak bagi Indonesia.
Survei tersebut menjadi latar belakang berbagai pengembangan program yang bertujuan untuk meningkatkan literasi di Indonesia. Hal ini semakin urgent mengingat mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan negara Indonesia. Di samping itu, kondisi lapangan memberikan sejumlah tantangan terhadap keterwujudkan cita-cita mulia tersebut. Survei tahun 2021 menyebutkan 3,96% masyarakat Indonesia berusia hingga 15 tahun mengalami buta huruf, usia 15-44 tahun yang seharusnya menjadi usia produktif ditemukan 0,73% masyarakat masih buta huruf, sedang usia 44 tahun ke atas yang mengalami buta huruf di Indonesia mencapai 9,24%. Persentase tersebut tergolong tinggi mengingat jumlah penduduk Indonesia tahun 2021 mencapai 272,68 juta jiwa (BPS, 2021). Hal tersebut menjadi kendala besar, mengingat kemampuan membaca menjadi salah satu modal pertama dalam literasi.
Menumbuhkan kemampuan dan minat baca seharusnya menjadi misi pertama dalam peningkatan literasi. Sekolah menjadi media strategis dalam mengemban misi tersebut. Sayangnya, tidak semua penduduk Indonesia berkesempatan mengenyam bangku pendidikan. Di tahun 2021, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melaporkan hasil survei yang menyebutkan bahwa terdapat 75.303 anak putus sekolah dengan capaian tertinggi yakni tingkatan sekolah dasar (SD) sejumlah 38.716 (KEMENDIKBUD, 2021). Data tersebut mengindikasikan bahwa potensi putus sekolah telah dimulai bahkan sejak tingkatan awal yang artinya kesempatan untuk belajar membaca dan menumbuhkan minat baca juga berkurang. Hal ini berpotensi meningkatkan persentase masyarakat buta huruf dan rendahnya literasi. Karenanya isu mengenai literasi menjadi penting untuk disorot.
Di tengah krisis literasi tersebut di atas, perpustakaan hadir sebagai fasilitator dalam meningkatkan literasi masyarakat. Perpustakaan dapat diakses oleh siapapun secara gratis sehingga menjadi media strategis untuk menumbuhkan minat baca di kalangan masyarakat. Kelengkapan koleksi buku dan media literasi lainnya meningkatkan potensi masyarakat dari segala kalangan untuk belajar berliterasi. Menanggapi hal tersebut, perpustakaan pun mulai menyadari posisinya dengan melakukan serangkaian program demi meningkatkan literasi masyarakat sekitarnya.
Pembahasan
Literasi dimaknai sebagai sebuah kemampuan dalam menulis dan membaca. Secara lebih luas, literasi juga dimaknai sebagai kemampuan dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk diberdayakan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, seorang yang dikatakan memiliki tingkat literasi tinggi tidak hanya mampu menulis dan membaca tetapi juga mengimplementasikannya dalam kehidupan. Di era modern kini, teknologi berkembang pesat. Komputer mulai menjadi perangkat yang umum digunakan dalam memudahkan pekerjaan sehari-hari termasuk dalam hal pencarian dan media implementasi pengetahuan. Literasi pun berkembang di era digital. Kini literasi juga dimaknai sebagai pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu di lingkup penggunaan media digital (KBBI, 2022).
Dikatakan sebelumnya bahwa perpustakaan memegang posisi strategis dalam meningkatkan literasi masyarakat. Hal tersebut diwujudkan dalam serangkaian program kerja yang umum diterapkan dalam perpustakaan. Peranan perpustakaan tersebut diwujudkan di antaranya sebagai berikut.
1. Penyediaan dan peningkatan bahan koleksi. Bahan koleksi yang umumnya berupa buku sebagai media belajar dan membaca menjadi modal dalam peningkatan literasi masyarakat. Semakin banyak koleksi buku yang dihadirkan, maka masyarakat akan semakin tertarik untuk membaca. Diawali dengan ketertarikan tersebut, akan muncul upaya masyarakat untuk belajar membaca bagi mereka yang buta huruf. Apalagi jika buku yang disediakan sesuai dengan minat dan kebutuhan masyarakat. Karenanya survei minat baca menjadi penting dilakukan. Ketersediaan koleksi ini akan lebih efektif jika dibarengi dengan promosi perpustakaan. Kini, promosi perpustakaan dapat dilakukan melalui berbagai media seperti sosialisasi dan pemanfaatan media sosial.
2. Perpustakaan keliling. Perpustakaan keliling dapat menjadi media promosi dengan mengenalkan perpustakaan langsung kepada masyarakat. Perpustakaan keliling merupakan pengedaran sebagian koleksi perpustakaan ke berbagai tempat tujuan untuk membawa koleksi perpustakaan langsung kepada target pemustaka. Diharapkan dengan program ini, masyarakat tujuan dapat mengenal dan menyadari peran perpustakaan. Program ini sekaligus dapat meningkatkan literasi masyarakat secara langsung.
3. Layanan sirkulasi. Layanan sirkulasi merupakan salah satu layanan yang umum di perpustakaan, yakni dengan melayankan peminjaman dan pengembalian buku perpustakaan. Syarat peminjaman tersebut umumnya harus mendaftar member terlebih dahulu yang dapat dilakukan secara gratis. Dengan adanya layanan ini, pemustaka dapat membawa pulang buku yang diminatinya dan dapat membacanya kapanpun dan di manapun ia berada.
4. Kunjung perpustakaan. Kunjung perpustakaan merupakan kegiatan mengunjungi perpustakaan oleh kelompok tertentu seperti kelompok belajar di sekolah maupun organisasi kemasyarakatan. Program ini biasanya dilandasi kerjasama antar pihak. Pihak perpustakaan akan menyambut dan melakukan pendidikan pemakai secara langsung kepada kelompok.
Kegiatan-kegiatan tersebut di atas berpotensi untuk mengenalkan dan mempromosikan perpustakaan, meningkatkan minat baca, serta meningkatkan literasi masyarakat. Selain program-program tersebut di atas, dalam rangka beradaptasi terhadap perkembangan zaman perpustakaan mulai menerapkan program kerja yang sekaligus dapat meningkatkan literasi digital masyarakat. Program-program tersebut di antaranya:
Program-program berbasis digital di atas akan efektif apabila diterapkan kepada masyarakat yang telah melek teknologi. Sebaliknya akan kurang efektif bagi masyarakat yang gaptek teknologi. Namun, kondisi tersebut juga dapat menjadi tantangan bagi perpustakaan untuk mengenalkan teknologi kepada masyarakat sekitarnya.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan mengenai peran perpustakaan dalam pengembangan literasi, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Perpustakaan memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi masyarakat melalui serangkaian program kerja yang dapat diakses seluruh masyarakat, 2) Secara umum, program perpustakaan yang potensial meningkatkan literasi masyarakat di antaranya penyediaan dan peningkatan bahan koleksi, perpustakaan keliling, layanan sirkulasi, serta kunjung perpustakaan, 3) Dalam meningkatkan literasi digital, perpustakaan berperan dengan memunculkan serangkaian program kerja potensial di antaranya penyelenggaraan perpustakaan digital, pengadaan kegiatan berbasis online, serta penyediaan komputer di perpustakaan. Melalui program-program yang potensial untuk meningkatkan literasi masyarakat tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan dengan tetap memperhatikan kondisi terkini perpustakaan dan masyarakat sekitarnya.
Saran
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut di atas, penulis merumuskan sejumlah saran di antaranya: 1) Melakukan observasi perpustakaan untuk mengetahui strategi pengembangan literasi yang sesuai dengan kondisi perpustakaan, 2) Melakukan evaluasi berkala untuk mengetahui efektivitas strategi pengembangan literasi yang telah dilakukan di perpustakaan, 3) Perpustakaan hendaknya membuka dan menerima saran dari pemustaka untuk mengetahui opini mereka terkait strategi pengembangan literasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka.